BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengembangan Kurikulum PAI
Secara substantif, kurikulum
adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan[1]. Isi kurikulum bukan hanya
terdiri atas sekumpulan pengetahuan atau kumpulan informasi, tetapi harus
merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan dibutuhkan bagi pengetahuan, baik bagi pengetahuan itu sendiri, siswa maupun
lingkungannya[2]. Terdapat dua hal yang
harus diperhatikan ketika mengkaji isi
kurikulum. Pertama adalah isi kurikulum
yang didefinisikan sebagai bahan atau materi pembelajaran. Bahan itu tidak
hanya berisikan informasi faktual, tetapi juga mencakup pengetahuan,
keterampilan, konsep-konsep, sikap dan nilai. Kedua, dalam proses pembelajaran,
dua elemen kurikulum, yaitu isi dan
metode, berinteraksi secara konstan. Isi memberikan signifikansi jika
ditransmisikan kepada siswa dalam beberapa hal dan cara. Itulah yang disebut
metode atau pengalaman belajar mengajar.
Hubungan antara isi dan metode sangat dekat, tetapi keduanya
dipisahkan menjadi elemen-elemen kurikulum, masing-masing dapat dinilai dengan
kriteria berbeda. Baik isi maupun metode harus signifikan sehingga hasil dari
belajar efektif bisa diraih dengan baik[3] Persoalan isi atau bahan meliputi
berbagai hal, seperti (a) pentingnya
mata pelajaran, secara tradisional, isi
telah diseleksi dalam bentuk mata pelajaran
(b) pentingnya proses, saat diseleksi,
isi mampu mempertimbangkan pentingnya mata pelajaran dan bisa mencapai
keseimbangan diantara keduanya, bahkan berbagai mata pelajaran membentuk tidak
hanya isi yang unik, tetapi juga cara-cara berpikir (c) bahan mengajar,
pengembang kurikulum memiliki sumber-sumber untuk bahan yang akan diseleksi
dan telah mengalami beberapa peningkatan
yang cepat (d) kebutuhan penyeleksian secara rasional, mengaplikasikan kriteria
yang rasional dalam menentukan isi pengajaran kedalam suatu kurikulum merupakan
sebuah kebutuhan (e) keberadaan pengetahuan
siswa,saat menyeleksi isi pengajaran, isi bagi siswa
telah diketahui sebagai pertumbuhan yang utama.
Dalam hal ini, setiap kriteria diaplikasikan kedalam semua isi
yang diajarkan. Tidak terdapat kriteria
yang dapat berdiri sendiri dan kriteria-kriteria itu dimaksudkan sebagai
petunjuk untuk menyeleksi isi atau bahan kurikulum. Kriteria tersebut
adalah (1) validitas, yaitu isi
yang autentik, mutakhir dan memuaskan dimasukkan, sedangkan
yang tidak sesuai kriteria,
dihilangkan (2) signifikansi, yaitu fundamen mata pelajaran dan mencakup berbagai
ragam tujuan (3) minat, berarti prinsip belajar dan motivasi menganjurkan
bahwa isi harus disesuaikan dengan minat siswa sehingga proses belajarpun
menjadi lebih produktif, jika tanpa minat, maka
disana tidak akan terjadi proses belajar, maka guru harus mampu memilih
isi yang bisa mengakomodasi minat siswa (4) kemampuan belajar, maka isi yang
dipelajari harus dapat diadaptasi untuk dicocokkan dengan kemampuan siswa (5) konsistensi dengan realitas sosial
dan bisa memberikan orientasi yang paling berguna dunia di sekeliling siswa, relevan dengan kenyataan sosial agar
siswa lebih mampu memahami fenomena dunia atau perubahan yang terjadi (6) manfaat, berarti isi yang paling berguna bagi siswa
dalam menyelesaikan kondisi mereka sekarang dan dimasa yang akan datang,
harus diseleksi melalui mata pejaran disekolah, bermanfaat bagi siswa, masyarakat ataupun dunia kerja[4] (7) keseimbangan antara
keluasan dan kedalaman (8) sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai (9) sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi
3 bagian, yaitu (a) logika, yaitu
pengetahuan tentang benar-salah dan berdasarkan prosedur keilmuan (b) etika, yaitu pengetahuan tentang
baik-buruk, nilai dan moral (c) estetika, yaitu pengetahuan tentang
indah-jelek, yang ada nilai seni.[5] Berdasarkan pengelompokan
isi kurikulum tersebut, maka pengembangan isi kurikulum harus disusun
berdasarkan kandungan bahan kajian
atau topik yang dapat
dipelajari siswa dalam proses pembelajaran dan berorientasi kepada standar komptensi lulusan, standar kompetensi mata pelajaran
dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Disamping prinsip-prinsip
itu, pengembang kurikulum hendaknya
memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam isi kurikulum, yaitu (1) teori, yaitu seperangkat konstruk atau
konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan (2) konsep, yaitu suatu
abstrak yang dibentuk oleh organisasi definisi singkat dari sekelompok fakta
atau gejala yang perlu diamati (3) generalisasi, yaitu kesimpulan umum
berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari hasil analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian (4) prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang
ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep (5)
prosedur, yaitu serangkaian langkah yang berurutan yang ada dalam materi
pelajaran dan harus dilakukan oleh siswa
(6) fakta, yaitu sejumlah informasi khusus dalam materi yang dipandang
mempunyai kedudukan penting (7) istilah,
yaitu kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus, yang diperkenalkan dalam
materi (8) contoh, yaitu ilustrasi, sesuatu hal atau tindakan atau proses yang
bertujuan untuk memperjelas, sehingga uraian atau pendapat dapat lebih mudah
dimengerti oleh pihak lain (9)
definisi, yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian
tentang suatu hal (10) preposisi, yaitu
suatu pernyataan atau pendapat yang tidak perlu diberi argumentasi.
Dalam pengembangan isi kurikulum,
terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu ruang lingkup
(scope), urutan (sequence), penempatan bahan (grade placement) dan bentuk
organisasi isi.
Pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum ketujuan
pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya
positif yang datangnya dari luar atau dalam, dengan harapan agar peserta didik
dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Oleh karena itu pengembangan
kurikulum hendaknya bersifat antisipatif, adaptif dan aplikatif.
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat
diartikan sebagai : (1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI
atau (2) proses yang mengkaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk
menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik;dan/ atau(3) kegiatan penyusunan
(desain), pelaksanaaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI. Dalam
realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami
perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal-hal tersebut masih
tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena
berikut: (1) perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang
teks-teks dari ajaran-ajaran agtama islam, serta disiplin mental spiritual
sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan
motivasi beragama islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI: (2) perubahan
dari cara berpikir tekstual, normative, dan absolutis kepada cara berpikir
historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran
dan nilai-nilai agama Islam: (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil
pemikiuran agama Islam daripada pendahulunya kepada proses atau metodologinya
sehingga menghasilkan produk tersebut: dan(4) perubahan dari pola pengembangan
kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan
menyusun isi kurikulum PAI kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru,
tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[6]
B. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Dengan mengacu kepada uraian Murray Print, sebagaimana dikutip
Wina Sanjaya, dalam konteks hubungan guru dan kurikulum, pengembangan kurikulum
menjadi tugas penting yang harus dilaksanakan oleh semua pengembang kurikulum,
termasuk guru, di setiap tingkat pendidikan. Setidaknya terdapat
empat peran yang harus dilaksanakan oleh guru PAI dalam mengembangkan
kurikulum, yaitu sebagai implementer
(pelaksana), sebagai developer
(pengembang), sebagai adapter (penyelaras) dan sebagai researcher (peneliti)[7].
Sebagai implementer kurikulum, guru diharapkan berperan
untuk melaksanakan kurikulum yang telah disusun, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan atau KTSP yang telah dirancang secara terpusat dalam bentuk Garis‐Garis Besar Program Pengajaran atau GBPP. Kurikulum ini harus
diaplikasikan oleh guru dalam setiap proses pembelajaran di sekolah, khususnya
di kelas. Dengan demikian, ruang peran guru sebagai implementer kurikulum tidak
sampai kepada penentuan isi dan target kurikulum, tetapi hanya terbatas pada
penentuan kegiatan‐kegiatan pembelajaran,
mulai dari perencanaannya sampai kepada pelaksanaannya.
Dalam peran ini, kedudukan guru adalah sebagai tenaga teknis
yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang
ada. Peran guru dalam posisi ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai
dengan rencana pembelajaran, menerapkan
model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan lingkungan sekolah,
memanfaatkan media pembelajaran yang
sesuai dengan materi dan kondisi sekolah, menciptakan lingkungan belajar yang
menyenangkan, mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode dan teknik
yang tepat), mengelola kelas dengan baik dan sesuai dengan alokasi waktu yang
tersedia, merefleksikan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan,
berkonsultasi dengan kepala madrasah ataupengawas untuk mengatasi kendala yang
dihadapi dan membantu kesulitan siswa dalam proses belajar.
Proses implementasi kurikulum untuk semua mata pelajaran,
khususnya PAI, selalu menggambarkan
keterkaitan proses dengan tujuan dan
isi, kejelasan teori belajar, keterkaitan dengan sosial, budaya,
teknologi, ketersediaan fasilitas, alokasi waktu, fleksibilitas, peran guru
dan siswa, peran evalusi dan perlunya
feedback.
Sebagai developer kurikulum, guru diberi kewenangan untuk mendesain kurikulum
madrasah. Peran pengembangan kurikulum ini terkait erat dengan karakteristik,
visi dan misi sekolah atau madrasah serta pengalaman belajar yang dibutuhkan
siswa. Pelaksanaan peran ini dapat dilihat dalam pembuatan dokumen kurikulum,
pengembangan silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran atau RPP dan muatan lokal atau mulok sebagai bagian
dari struktur KTSP. Penyusunan dan pengembangan kurikulum mulok sepenuhnya
diserahkan kepada tiap‐tiap satuan
pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan tiap‐tiap sekolah sesuai
dengan character distingtif-nya. Mengingat setiap sekolah memiliki kurikulum
mulok tersendiri, maka ada kemungkinan
terjadi perbedaan kurikulum mulok antar
sekolah atau madrasah.
Dalam kaitan posisi guru sebagai
developer kurikulum, maka guru
dituntut aktif, kreatif dan komitmen tinggi dalam penyusunan dokumen
kurikulum PAI, seperti mengikuti in house training tentang konsep dasar dan pengembangan
kurikulum, berperan aktif dalam tim
perekayasa dan pengembang kurikulum sesuai dengan kelompok mata pelajaran, berperan aktif dalam
penyusunan standar isi dan standar
kompetensi lulusan atau SKL, berperan aktif dalam menyusun Standar
Kompetensi atau SK dan kompetensi dasar atau KD serta pemetaannya,
mengembangkan silabus pembelajarandan menyusun semua perangkat operasional yang
mendukung RPP, seperti Lembar Kerja Siswa
atau dan bahan ajar, seperti modul pembelajaran.
Sebagai adapter kurikulum, guru memiliki kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum dengan
karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal, terutama kebutuhan siswa dan daerah. Dalam fase ini,
tugas pertama seorang guru adalah memahami dengan baik karakteristik sekolahnya, lalu
mengakomodir kebutuhan‐kebutuhan masyarakat
dan daerahnya, baru membuat desain
kurikulum sekolah sesuai kebutuhan
sekolah dan masyarakat
lokal.Untuk memahami karakteristik dan kebutuhan masyarakat di sekitar madrasah
atau sekolah, dimulai dari mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan
masyarakat terhadap madrasah atau
sekolah, kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan
kebutuhan sekitar madrasah yang bersangkutan, data tersebut dapat diperoleh
dari berbagai pihak yang terkait di daerah sekitar madrasah yang bersangkutan,
seperti masyarakat sekitar madrasah, pemerintah daerah, instansi vertikal
terkait, perguruan tinggi, dunia usaha dan potensi daerah yang bersangkutan
yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya dan kekayaan alam. Keadaan daerah
seperti telah disebutkan dapat diketahui antara lain dari (a) rencana pembangunan daerah bersangkutan
termasuk prioritas pembangunan daerah,
baik jangka pendek maupun jangka panjang
(b) pengembangan ketenagakerjaan,
termasuk jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan (c) aspirasi masyarakat mengenai pelestarian
alam dan pengembangan daerahnya (d)
menentukan fungsi dan susunan atau komponen muatan yang sesaui dengan kebutuhan
madrasah dan masyarakat sekitar[8].
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas, dapat
diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat
mencerminkan fungsi muatan kurikulum lembaga, antara lain untuk (a)
melestarikan dan mengembangkan kajian kitab kuning (b) meningkatan ’amaliyah salafiyah (c) meningkatkan kemampuan berwirausaha
(d) berdasarkan fungsi muatan dan kebutuhan lembaga tersebut dapat
ditentukan kajian kebutuhan lokal.
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai
kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan
dengan keadaan dan kebutuhan madrasah. Penentuan bahan kajian kebutuhan lokal
didasarkan pada kriteria (a) kesesuaian
dengan tingkat perkembangan siswa (b)
kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan (c) ketersediaan sarana dan prasarana (d) tidak menimbulkan
kerawanan sosial dan keamanan (e) kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di
madrasah (f) menentukan mata pelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat (g) mengembangkan SK, KD dan
silabus.
Sebagai researcher kurikulum, guru memiliki peran sebagai peneliti kurikulum atau curriculum researcher. Peran ini
dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung
jawab dalam meningkatkan kinerja sebagai guru. Dalam melaksanakan peran sebagai
peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen
kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program,
menguji strategi atau model pembelajaran dan lain sebagainya, termasuk mengumpulkan data tentang
keberhasilan siswa dalam mencapai target
kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah penelitiantindakankelas (PTK) dan lesson
study.PTK adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang
dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif
melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi.
Dengan demikian, PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru
dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru
dapat meningkatkan kualitas kinerjanya. Sedangkan lesson study
adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok guru yang
bekerja sama dengan orang lain, baik dosen, guru mata pelajaran yang samaatau
guru satu tingkat kelas yang sama atau guru lainya, dalammerancang kegiatan
untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh
salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang bersamaatausendiri,
kemudian diobservasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan
refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan.
Dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa
perubahan kurikulum. Hal ini bukan berarti
ganti menteri pendidikan ganti kurikulum, seperti pendapat sebagian guru,
melainkan kurikulum harus selalu berubah sesuai dengan tuntutan jaman.Sekolah
dan komite sekolah mengembangkan KTSP
dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi,
dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan setempat. Otonomi sekolah memotivasi guru untuk
mengubah paradigma sebagai curriculum
user menjadi curriculum developer, sehingga guru mampu
keluar dari kultur kerja konvensional menjadi kultur kerja kontemporer yang
dinamis dan guru mampu memainkan peran sebagai agent of change dan guru
mengajar siswa sesuai dengan jamannya.
Pada era globalisasi seperti ini, madrasah dengan melibatkan
guru, harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar dan
kurikulum secara terus menerus. Untuk dapat melakukan reformasi dan inovasi
pendidikan, diperlukan dukungan empirik yang dihasilkan melalui kegiatan
penelitian. Jika tidak, guru akan terisolasi dari pengetahuan dan informasi mutakhir.
Tanpa ada dukungan penelitian, proses pendidikan akan stagnan
dan reformasi serta inovasi mustahil dapat dilakukan. Hasil penelitian
dapat membantu guru untuk mengambil keputusan yang tepat dan akurat untuk
kepentingan proses belajar mengajar dan pembenahan kurikulum. Jika keputusan
tersebut dibantu dengan hasil penelitian, proses belajar mengajar dan kurikulum
dapat dicapai dengan optimal dan efektif.
Pembelajaran yang efektif merupakan hal yang kompleks dan rumit
untuk dapat dikonsepsikan dan dibentuk paradigmanya
secara tunggal dan universal[9]. Siswa adalah insan
manusia yang unik. Mereka tidak dapat diperlakukan seperti benda mati yang
dapat dikendalikan semaunya oleh semua pihak. Mereka memiliki minat, bakat,
keinginan, motivasi dan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda. Perbedaan
ini membuat kesulitan dalam merumuskan proses belajar dan mengajar serta
penyusunan kurikulum yang ideal. Tanpa dukungan hasil penelitian, guru dapat
terjebak pada paktik pembelajaran dan perumusan kurikulum yang menyesatkan dan
menjerumuskan siswa dan mematikan kreativitas mereka. Tanpa
dukungan penelitian, guru bisa jadi menggunakan cara pembelajaran dan
mengajarkan hal yang sama dari tahun ke tahun. Sementara itu, jaman siswa
dibesarkan telah berubah amat cepat,
sehingga pada gilirannya akan berpengaruh pada sikap dan reaksi terhadap
berbagai tuntutan jaman. Disini peran vital guru PAI untuk selalu
terus haus sebagai peneliti kurikulum yang mampu memahami kondisi jaman.
Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaraan
kurikulum induk ke dalam program tahunan, semester atau rencana pembelajaran,
tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya.
Guru-guru turut memberikan andil dalam
merumuskan setiap komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang
seperti itu, mereka memiliki perasaan
turut memiliki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan
kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, guru sejak
awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka memahami dan benar-benar
menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas
akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagi pengguna, tetapi
perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator
kurikulum.
Dalam konteks pengembangan kurikulum PAI, merupakan tuntutan
peran yang harus dilaksanakan guru adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai
Ilahiyyah yang selaras dengan relegiusitas Islam terhadap mental siswa.
Nilai Ilahiyyah tersebut berkaitan dengan konsep tentang
ke-Tuhanan dan segala sesuatu yang
bersumber dari Tuhan. Nilai
Ilahiyyah berkaitan dengan
nilai keimanan, ‘ubudiyyah
dan mu’amalah, dalam hal ini guru
harus berusaha sekuat mungkin untuk mengembangkan diri siswa
terhadap nilai-nilai tersebut. Peran
guru dalam penumbuhan
nilai-nilai Ilahiyyah akan lebih meningkat jika disertai dengan berbagai perubahan,
penghayatan dan penerapan strategi dengan perkembangan jiwa guru
yang disesuaikan dengan jiwa siswa. Sehingga dipahami bersama bahwa guru PAI
harus melakukan berbagai upaya dalam pengembangan kurikulum PAI dengan berbagai
cara yang bersifat adaptif, adaptif, kreatif dan inovatif.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara umum, isi kurikulum dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian, yaitu logika, etika dan estetika. Isi kurikulum atau
pengajaran tidak hanya terdiri atas sekumpulan pengetahuan
atau kumpulan informasi, tetapi harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih
yang dibutuhkan bagi pengetahuan baik
bagi pengetahuanitu sendiri, maupun siswa dan lingkungannya. Sehingga dalam
pengembangan kurikulum harus mengandung bahan kajian atau topic yang dapat
dipelajari siswa dalam proses pembelajaran dan berorientasi
kepada SKL, SK dan KD mata pelajaran yang telah ditetapkan.
2. Pengembangan kurikulum menjadi tugas penting yang
harus dilaksanakan oleh semua pengembang
kurikulum, termasuk guru, di setiap tingkat pendidikan. Terdapat
empat peran yang harus dilaksanakan
guru PAI dalam mengembangkan kurikulum, yaitu sebagai implementer (pelaksana),
sebagai developer (pengembang),
sebagai adapter (penyelaras) dan sebagai researcher
(peneliti). Sehingga dipahami bersama bahwa guru PAI harus melakukan
berbagai upaya dalam pengembangan kurikulum PAI dengan berbagai cara yang
bersifat adaptif, adaptif, kreatif dan inovatif.
B. Saran
Kami menyadari bahwa
manusia tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Penyusun juga sadar bahwa
dalam makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun tetap penyusun harapkan. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dalam mempelajari ajaran islam utamanya pendidikan islam dalam berbagai
aliran pemikiran sebagai bekal dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Komponen dan Organisasi Kurikulum.
Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011.
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik.Yogyakarta : Ar Ruz Media, 2011.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Prasada, 2005.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori
dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Jakarta
: Kencana Prenada, 2009.
Sukmadinata, Nana Syaudih. Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktik. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1997.
Suyanto dan Djihad Hisyam. Pendidikan di
Indonesia Memasuki Milenium III.
Jakarta Adicita Karya Nusa, 2000.
Tim MEDP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .Jakarta : Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam, 2008.
[1]
Zainal Arifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 88.
[2] Nana Syaudih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktik
(Bandung : Remaja Rosdakarya,
1997),h.
127.
[3] Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik (Yogyakarta : Ar Ruz Media, 2011), h. 211-212.
[4] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Prasada, 2005), h.
11-12
[5]
ZainalArifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum, h. 88.
[6] Nana Syaudih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik, h. 198
[7]
Wina Sanjaya, Kurikulum dan
Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), h, 27.
[8] Tim MEDP, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam,
2008), h, 20.
[9]
Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III (Jakarta: Adicita Karya Nusa,
2000),
h. 17.
[10] Nana Syaudih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, h. 201
Tidak ada komentar:
Posting Komentar