SEJARAH KERAJAAN SAFAWIYAH
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan atau
Dinasti Safawiyah
Ketika kerajaan usmani sudah mencapai puncak
kemajuannya, kerajaan atau Dinasti safawiyah di Persia baru berdiri. Kerajaan
ini berkembang dengan cepat, dalam perkembangannya, kerajaan atau Dinasti
safawiyah sering bentrok dengan Turki Usmani. Berbeda dengan dua kerajaan besar
islam lainnya ( Usmani Dan Mughal ) Kerajaan atau Dinasti Safawiyah menyatakan
Syiah sebagai mazhab Negara, oleh karena itu, kerajaan ini dapat dianggap
sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara Iran dewasa ini ( Badriyatim,
2014;138)
Kerajaan atau DInasti Safawiyah berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini
diberi nama tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hamper bersamaan
dengan berdirinya Kerajaan Turki Usmani. Nama Safawiyah diambil dari nama
pendirinya yakni Safi Al Din ((1252-1334 M), dan nama itu terus dipertahankankan sampai
tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan
setelah gerakan ini berhasil mendirikan Kerajaan. Menurut Harun Nasution, di
Persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di
dunia Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi bernama Syekh Ishak
Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penggagas
awal berdirinya Kerajaan Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di
Azerbaijan atau dikenal dengan Safi Al-Din, yang semula hanya sebagai mursyid
tarekat dengan tugas dakwah agar umat Islam secara murni berpegang teguh pada
ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya setelah memperoleh banyak pengikut
fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi gerakan politik dan
diteruskan mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan peradaban Islam di Persia
dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang dipelopori oleh Safi Al-Din
sejak tahun 1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri di saat Kerajaan Turki
Usmani mencapai puncak kejayaannya.
Safi Al Din berasal dari keturunan orang yang berada
dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari imam syiah yang
keenam, Musa Al Kazhim, gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (
1216-1301 M ) yang dikenal dengan julukan Zahid Al Ghilani. Karena prestasi dan
ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi Al Din diambil menantu oleh gurunya
tersebut ( Alloche;87 ). Safi Al Din Mendirikan tarekat safawiyah setelah ia
menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang awafat tahun 1301 M. Pengikut
tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama Pada awalnya gerakan tarekat safawi ini adalah bertujuan
untuk memerangi orang-orang yang ingkar. Kemudian memerangi golongan yang
mereka sebut ahli-ahli bid’ah, tarekat ini semakin penting, terutama setelah ia
mengubah bentuk tarekat ini dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal
menjadi gerakan kegamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiriah dan
Anatolia. Suatu ajaran yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali
menimbulkan keinginan di kalangan para penganut ajaran itu untuk berkuasa.
Karena itu lama-kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara
yang terorganisir, fanatik dalam kepercayaan dan menantang setiap orang yang
bermazhab berbeda atau selain mereka ( Badriyatim,
2014;139).
Kecenderungan
memasuki dunia politik itu dapat terwujud pada masa kepemimpinan Juneid
(1447M-1460M). Safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik
pada kegiatan keagamaan. Perluasan wilayah ini menimbulkan konflik dengan Karo
Koyunlu ( Domba hitam ) salah satu bangsa turki yang berkuasa diwilayah ini. Juneid kalah, akhirnya dia diasingkan ke suatu
tempat. Ditempat itu dia mendapatkan perlindungan dan bantuan dari para penguasa
Diyar Bakr, Ak-Koyulu. ( Domba putih) ia tinggal di istana Uzun Hasan yang
ketika itu menguasai sebagian besar Persia ( P. M Holt;396). Selama dalam pengasingan, Juneid menghimpun
kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan, Juneid
juga berhasil mempersunting sepupu Uzun Hasan dan memiliki Putra
bernama Haidar. Kemudian Juneid terbunuh pada saat mencoba merebut Sicassia pada tahun 1460 M. ( Dar Al Lim,1974;494).
Haidar Putra Juneid menggantikan
ayahnya dalam memimpin Syafawi sebagai sebuah kekuatan politik dan militer pada
tahun 1470 M. Dalam melanjutkan hubungan dengan Uzun Hasan tidak cukup sampai
pernikahan ayahnya dengan Adik Uzun Hasan saja, bahkan Haidar menikahi salah
satu putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini melahirkan tiga orang
putra Ali, Ibrahim dan Ismail.
Kemenangan
Ak Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu memandang gerakan
Syafawi yang dipimpin Haidar sebagai rival politik bagi AK Koyunlu
dalam meraih kekuasaan selanjutnya, Karena itu ketika
Syafawi menyerang wilayah Sircassia dan Sirwan, AK Koyunlu malah
mengirimkan bantuan militer untuk membantu Sirwan sehingga pasukan Syafawi kalah
dan Haedar terbunuh ( P. M Holt;396). Inilah mulanya perpecahan antara dua sekutu
Syafawi dan Ak Koyunlu. Ali, putra Haidar dintuntut pasukannya untuk menuntut
balas atas kematian Haidar. Tetapi Ya’kub, pemimpin Ak Koyunlu berhasil
menangkap Ali bersama saudaranya Ibrahim dan Ismail serta ibunya di Fars selama
empat setengah tahun (1489-1493). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota
AK Koyunlu, dengan syarat mau membantu membebaskan sepupunya. Ali kembali ke
Ardabil setelah saudara sepupu Rustam dikalahkan. Namun selanjutnya Rustam
berbalik memusuhi Ali bersaudara yang menyebabkan kematian Ali (1494 M) dan
digantikan oleh adiknya Ismail, Ismail naik menggantikannya meski baru tujuh
tahun. Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan. Ia
menyiapkan pasukannya yang dinamai Qizilbash (Baret Merah). Di bawah
pimpinan Ismail pada tahun 1501 M berhasil mengalahkan Ak-Konyulu di Sharur dan
berhasil merebut ibu kotanya yaitu Tabriz dan di tempat itu dia memproklamirkan
dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawiyah yang disebut Ismail I ( Ibid,;398).
Ismail I berkuasa selama 23 tahun antara 1501 sampai 1524 M. Dalam waktu 10
tahun pertama Ismail sudah mampu memperluas kekuasannya hingga seluruh Persia. Ismail
digantikan oleh anaknya Tahmasp I , Tahmasp merupakan pengganti Ismail
yang memang sudah dipersiapkan dan diunggulkan dari
saudara-saudaranya, karena beliau adalah putra tertua bahkan
beliau naik tahta pada hari yang sama saat ayahnya Isma’il I mangkat, padahal
saat itu Tahmasp masih berumur sepuluh tahun. Tahmasp memerintah
selama 52 tahun, menjelang wafatnya Tahmasp mengalami
sakit keras, pada masa ini pasukan Qizilbash terpecah menjadi dua kubu, satu
diantaranya kelompok yang memihak Ismail Mirza dan lainnya memihak kepada
Haidar Mirza. Dalam hal ini Tahmasp memilih Haidar Mirza putra ke tiganya
sebaga calon penggantinya. Namun Ismail melakukan penolakan dan perlawanan pada
saat penobatan Haidar menjadi khalifah (Syah) hingga akhirnya
Haidar terbunuh, dan Isma’il naik Tahta dengan gelar Isma’il II ( 1576-1577 M )
Setelah
setahun menjabat, Isma’il wafat dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda (
1577-1587 M) Putra pertama Tahmasp I atas penunjukan para pejabat Negara.
Khudabanda menjabat lebih kurang sepuluh tahun lamanya, kemudian digantikan
oleh Syah Abbas I. Syah Abbas I memerintah selama kurang lebih 41 tahun, selama
pemerintahannya, Syafawi berada pada tatanan yang penuh dengan
kemajuan, perbaikan urusan administrasi, diplomasi luar negeri dan lain-lain Sebelum
Abbas I, Persaingan antara Syafawi dengan Turki Usmani selalu
terjadi, ditandai dengan perang yang berkepanjangan, peperangan dimulai sejak
kepemimpinan Ismail I (1501-1524 M), lalu Tahmasp I (1524-1576 M), Isma’il
(1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587) Akhirnya, Abbas I (1588-1628
M) melakukan perjanjian dengan Turki Usmani sehingga mengakhiri perang yang
biasanya terjadi Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan atau
dinasti safawiyah, secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut didalam
negeri yang menggangu stabilitas Negara dan berhasil merebut kembali wilayah – wilayah yang pernah direbut
oleh kerajaan lain pada masa raja – raja sebelumnya ( Badriyatim,2014;143).
B. Kemajuan yang dicapai pada masa
Kerajaan atau Dinasti Safawiyah
Kemajuan
yang dicapai Kerajaan atau Dinasti Safawiyah tidak hanya terbatas di bidang
politik saja, di bidang yang lain kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan.
Kemajauan – kemajuan itu antara lain sebagai berikut :
1.
Bidang Ekonomi
Dalam
bidang ekonomi terjadi perkembangan ekonomi yang pesat setelah kepulauan Hurmuz
dikuasai dan nama pelabuhan “Gumrun” akhirnya diubah menjadi Bandar
Abbas. Sebagai pelabuhan utama wilayah ini mampu menjamin kehidupan
perekonomian Safawi. Hal ini dikarenakan bandar tersebut sudah dikuasai yang
merupakan salah satu jalur dagang yang strategis antara timur dan barat yang
biasanya menjadi daerah perebutan belanda Inggris dan Prancis. Selain itu
Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan sabits
ubur (fortile crescent) ( Badriyatim,2014;144) .
2.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam
sejarah islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan
berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu, tidak mengherankan
apabila pada masa Dinasti atau Kerajaan Safawiyah tradisi keilmuan yang selalu
hadir ini terus berjlanjut. Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir dimajlis istana
yakni Baha Al Din Al Syaerazi seorang generalis ilmu pengetahuan, Muhammad
Baqir Ibn Muhammad Damad seorang filodof, ahli sejarah, teolog dan pernah
mengadakan oobservasi mengenai kehidupan lebah. Dalam bidang ini kerajaan
safaiyah mungkin dapat dikatakan lebih berhasil dari dua kerajaan besar islam
lainnya pada masa yang sama ( Badriyatim,2014;144).
3.
Bidanag Pembangunan Fisik dan Seni
Para pengusa kerajaan ini telah berhasil menciptakan
Isfahan ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Dikota ini berdiri
bangunan – bangunan besar lagi indah seperti Masjid, Rumah sakit, sekolah,
jembatan raksasa diatasa Zende Rudd an Istana Chihil sutun. Kota Isfahan juga
diperindah dengan taman – taman wisata yang ditata secara apik, ketika Abbas I
wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 Akademi, 1802 Penginapan dan 273
pemandian umum.
Dibidang seni, kemajuan Nampak begitu kentara dalam
gaya arsitektur bangunannya, seperti terlihat pada masjif shah yang dibangun
tahun 1611 M dan masjid Syaihk Luth Allah yang dibangun tahun 1603 M. unsure
seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan tangan keramik, karpet,
permadani, pakaian dan tenunan, tembikar dan benda seni lainnya. Seni lukis
dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang
pelukis timur ke Tabriz pelukis itu bernama Bizhad. ( Badriyatim,2014;145).
Demikianlah pucak kemajuan yang dcapai oleh Dinasti
atau Kerajaan Safawiyah. Setelah itu kerajaan ini mulai mengalami gerak
menurun. Kemajauan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari
tiga kerajaan besar islam yang disegani oleh lawan – lawannya terutama bidang
politik dan militer.
C. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti atau
Kerajaan Safawiyah.
Dinasti
Syafawiyah di Persia meraih puncak keemasan di bawah pemerintahan Syah Abbas I
selama periode 1588-1628 M. Abbas I berhasil membangun kerajaan safawiyah
sebagai kompetitor seimbang bagi Kerajaan Turki Usmani. Tanda-tanda kemunduran
kerajaan persia mulai muncul sepeninggalan Abbas I. Secara berturut-turut yang
menggantikan Abbas I adalah: Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M)
Sulaiman (1667-1694 M0 Husain (1694-1722 M) Tahmasp II (1722-1732 M) Abbas III
(1733-1736 M). Banyak faktor yang mewarnai kemunduran kerajaan safawi, di
antaranya dari perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan. Selain itu
dikarenakan bahwa Syah-syah yang menggantikan Abbas I sangat lemah dalam banyak
hal terutama kepiawaian dalam memimpin dan pendekatannya terhadap pejabat,
aparat dan rakyat.
Safi
Mirza, cucu Abbas I merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan ini
dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap pembesar-pembesar
kerajaan karena sifatnya yang pecemburu. Pada masa pemerintahan Mirza inilah
kota Qandahar lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh kerajaan Mughal
yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan, dan Baghdad direbut oleh Kerajaan
Usmani. Abbas II disebutkan sebagai seorang raja yang pemabuk, sehingga
kebiasaan mabuk inilah yang menamatkan riwayatnya. akan tetapi di tangannya
kota Qandahar bisa direbut kembali. Demikian halnya dengan Sulaiman, ia juga
disebut sebagai seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar
istana yang dicurigainya. Disebutkan Selama tujuh tahun ia tak pernah
memerintah kerajaan. ( Badriyatim,2014;158).
Diyakini,
konflik dengan Turki Usmani adalah sebab pertama yang menjadikan Safawi
mengalami kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan kerajaan yang lebih kuat
dan besar daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini disebabkan oleh konflik
Sunni-Syi’ah. Syah Husain adalah raja yang alim akan tetapi kealiman Husain
adalah suatu kefanatikan tehadap Syi’ah. Karena dia lah ulama Syi’ah berani
memaksakan pendiriannya terhadap golongan Sunni. Inilah yang menyebabkan
timbulnya kemarahan golongan sunni di Afganistan sehingga
menimbulkan pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan bangsa Afgan dimulai
pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar.
Lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang berhasil menduduki
Mashad. Di lain pihak Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa
Qandahar. Pada masa Mir Mahmud berhasil menyatukan suku Afgan dengan suku
Ardabil. Dengan kekuatan yang semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk
memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut wilayah Afgan dari tangan
Safawi. Bahkan ia melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah
tersebut.
Penyerangan
demi penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh
Husain, Mahmud diangkat menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husain Quli
Khan yang berarti Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud
untuk menjalankan siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut Kirman. Lalu
menyerang Isfahan, mengepung ibu kota safawi itu selama enam bulan dan memaksa
Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan
25 Oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan kemenangan,
sedangkan beberapa wilayah propinsi laut Kaspia di Jilan, Mazandaran dan
Asterabad direbut oleh Rusia. Tak menerima semua ini, Tahmasp II yang merupakan
salah seorang putra Husain dengan dukungan penuh suku Qazar dari Rusia,
memproklamirkan diri sebagai penguasa Persia dengan ibu kota di Astarabad. Pada
1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi
dan mengusir bangsa Afgan yang menduduki Isfahan. Asyraf sebagai pengganti Mir
Mahmud berhasil dikalahkan pada 1729 M, bahkan Asyraf terbunuh dalam
pertempuran tersebut. Dengan kematian Asyraf, maka dinasti Safawi berkuasa
lagi.
Pada
Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas
III yang merupakan putra Tahmasp II, padahal usianya masih sangat muda.
Ternyata ini adalah strategi politik Nadir Khan, karena pada tanggal 8 maret
1736, dia menyatakan dirinya sebagai penguasa persia dari abbas III. Maka
berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia. Kehancuran Syafawiyah juga
dikarenakan lemahnya pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi pasca
penggantian tentara Qizilbash. Hal ini karena pasukan Ghulam tidak lagi dilatih
secara penuh dalam memahami seni militer. Sementara sisa-sisa pasukan Qizilbash
tidak memiliki mental yang kuat dibandingkan dengan para pendahulu mereka.
Sehingga membuat pertahanan militer Safawi sangat lemah dan mudah diserang oleh
lawan.
Diantara
sebab – sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan safawiyah ialah konflik
berkepanjangan dengan kerajaan Turki Usmani. Bagi Kerajaan Turki Usmani
berdirinya kerajaan safawiyah yang beraliran Syiah merupakan ancaman langsung
terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung
lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa
Shah Abbas I. Namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut dan
setelah itu dapat dkatakan tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar
islam itu ( Ibid;417 ). Penyebab lainnya adalah dekadensi moral yang
melanda sebagaian para Pemimpin kerajaan Safawiyah. Ini turur mempercepat
proses kehancuran kerajaan atau dinasti tersebut, sulaiman, disamping pencadu
narkoba juga menyenangi kehidupan malam berserta harem-haremnya selama tujuh
tahun tanpa sekali menyempatkan diri menangani pemerintahan begitu juga sultan
Husain.
Penyebab
penting lainnya adalah karena pasukan Ghulan ( Budak – budak ) yang
dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang tinggi seperti Qizilbash.
Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih
dan tidak melalui proses seperti yang dialami Qizilbash. Sementara itu, anggota
qizilbash yang baru ternyata tidak memiliki militansi dan semangat yang sama
dengan anggota qiizilbash sebelumnya. Dan tidak kalah penting juga dari sebab –
sebab diatas adalah sering terjadinya konflik intern dalam bentuk perebutan
kekuasaan dikalangan keluarga istana. ( Badriyatim,2014;159).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Dinasti atau
Kerajaan Safawiyah berasal dari sebuah Tarekat Sufi. Nama Safawi di ambil dari
nama pendiri tarekat tersebut Safi Al-din Ishak Al-Ardabily ( 1525-1334 M )
secara resmi diproklamirkan pertama kali oleh Ismail I ( 1501 – 1524 M ).
2.
Kemajuan
kerajaan Safawi terjadi pada masa pemerintahan Syah Abbas I, Banyak kemajuan
yang dicapai selaian berhasil memperbaiki system politik dan perekonomian
kerajaan juga berkembang kemajuan bidang pengetahun, pendidikan, seni dan
Pertanian serta militer.
3.
Kemunduran
Safawi terjadi karena setelah Abbas I tidak ada lagi pemimpin Safawi yang
secakap Abbas I dalam hal kepemimpinan. Selain itu penyebab kemunduran dan
kehancuran Dinasti Safawiyah adalah sering terjadi konflik internal di dalam
Kerajaan Safawi sendiri, di tambah lagi konflik dengan Turki Usmani serta
dekadensi moral para pemimpin atau Raja yang berkuasa saat itu.
B. Saran
1.
Setiap apapun yang terjadi pada masa yang lalu baik itu bersifat positif maupun
yang negatif merupakan suatu sejarah yang patut kita ingat dan kita pelajari
sebagai teladan dan pelajaran bagi kehidupan kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Isam,
Jakarta ; Raja Grafindo Persada, 2014
Ali, A. Mukti, dkk (Ed.), Ensiklopedi
Islam, Jakarta : Departemen Agama RI, 1988.
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1983.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam :Sejarah,
Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.
Holt, P.M ( Ed ) , the Cambridge history of islam,
vol IV, London ; Cambridge University Press, 1977
Tidak ada komentar:
Posting Komentar