Senin, 23 Mei 2016

SEJARAH KERAJAAN SAFAWIYAH

SEJARAH KERAJAAN SAFAWIYAH

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan atau Dinasti Safawiyah
Ketika kerajaan usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan atau Dinasti safawiyah di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat, dalam perkembangannya, kerajaan atau Dinasti safawiyah sering bentrok dengan Turki Usmani. Berbeda dengan dua kerajaan besar islam lainnya ( Usmani Dan Mughal ) Kerajaan atau Dinasti Safawiyah menyatakan Syiah sebagai mazhab Negara, oleh karena itu, kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara Iran dewasa ini ( Badriyatim, 2014;138)
Kerajaan atau DInasti Safawiyah berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hamper bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Turki Usmani. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya yakni Safi Al Din ((1252-1334 M),  dan nama itu terus dipertahankankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan Kerajaan. Menurut Harun Nasution, di Persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi bernama Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penggagas awal berdirinya Kerajaan Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan atau dikenal dengan Safi Al-Din, yang semula hanya sebagai mursyid tarekat dengan tugas dakwah agar umat Islam secara murni berpegang teguh pada ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya setelah memperoleh banyak pengikut fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi gerakan politik dan diteruskan mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan peradaban Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang dipelopori oleh Safi Al-Din sejak tahun 1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri di saat Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.
Safi Al Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari imam syiah yang keenam, Musa Al Kazhim, gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi ( 1216-1301 M ) yang dikenal dengan julukan Zahid Al Ghilani. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi Al Din diambil menantu oleh gurunya tersebut ( Alloche;87 ). Safi Al Din Mendirikan tarekat safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang awafat tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama Pada awalnya gerakan tarekat safawi ini adalah bertujuan untuk memerangi orang-orang yang ingkar. Kemudian memerangi golongan yang mereka sebut ahli-ahli bid’ah, tarekat ini semakin penting, terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat ini dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan kegamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiriah dan Anatolia. Suatu ajaran yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan di kalangan para penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu lama-kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang terorganisir, fanatik dalam kepercayaan dan menantang setiap orang yang bermazhab berbeda atau selain mereka ( Badriyatim, 2014;139).
Kecenderungan memasuki dunia politik itu dapat terwujud pada masa kepemimpinan  Juneid (1447M-1460M). Safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan wilayah ini menimbulkan konflik dengan Karo Koyunlu ( Domba hitam ) salah satu bangsa turki yang berkuasa diwilayah ini.  Juneid kalah, akhirnya dia diasingkan ke suatu tempat. Ditempat itu dia mendapatkan perlindungan dan bantuan dari para penguasa Diyar Bakr, Ak-Koyulu. ( Domba putih) ia tinggal di istana Uzun Hasan yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia ( P. M Holt;396).  Selama dalam pengasingan, Juneid menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan, Juneid juga berhasil mempersunting sepupu Uzun Hasan  dan memiliki Putra bernama Haidar. Kemudian Juneid terbunuh pada saat mencoba merebut Sicassia pada tahun 1460 M. ( Dar Al Lim,1974;494). Haidar Putra Juneid menggantikan ayahnya dalam memimpin Syafawi sebagai sebuah kekuatan politik dan militer pada tahun 1470 M. Dalam melanjutkan hubungan dengan Uzun Hasan tidak cukup sampai pernikahan ayahnya dengan Adik Uzun Hasan saja, bahkan Haidar menikahi salah satu putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini melahirkan  tiga orang putra Ali, Ibrahim dan Ismail.
Kemenangan Ak Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu memandang gerakan Syafawi  yang dipimpin Haidar sebagai rival politik bagi AK Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya, Karena itu ketika Syafawi  menyerang wilayah Sircassia dan Sirwan, AK Koyunlu malah mengirimkan bantuan militer untuk membantu Sirwan sehingga pasukan Syafawi  kalah dan Haedar terbunuh ( P. M Holt;396).   Inilah mulanya perpecahan antara dua sekutu Syafawi dan Ak Koyunlu. Ali, putra Haidar dintuntut pasukannya untuk menuntut balas atas kematian Haidar. Tetapi Ya’kub, pemimpin Ak Koyunlu berhasil menangkap Ali bersama saudaranya Ibrahim dan Ismail serta ibunya di Fars selama empat setengah tahun (1489-1493). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota AK Koyunlu, dengan syarat mau membantu membebaskan sepupunya. Ali kembali ke Ardabil setelah saudara sepupu Rustam dikalahkan. Namun selanjutnya Rustam berbalik memusuhi Ali bersaudara yang menyebabkan kematian Ali (1494 M) dan digantikan oleh adiknya Ismail, Ismail naik menggantikannya meski baru tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan. Ia menyiapkan pasukannya yang dinamai Qizilbash (Baret Merah). Di bawah pimpinan Ismail pada tahun 1501 M berhasil mengalahkan Ak-Konyulu di Sharur dan berhasil merebut ibu kotanya yaitu Tabriz dan di tempat itu dia memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawiyah yang disebut Ismail I ( Ibid,;398). Ismail I berkuasa selama 23 tahun antara 1501 sampai 1524 M. Dalam waktu 10 tahun pertama Ismail sudah mampu memperluas kekuasannya hingga seluruh Persia. Ismail digantikan oleh anaknya Tahmasp I , Tahmasp merupakan pengganti Ismail yang memang sudah dipersiapkan dan diunggulkan dari saudara-saudaranya,  karena beliau adalah putra tertua bahkan beliau naik tahta pada hari yang sama saat ayahnya Isma’il I mangkat, padahal saat itu  Tahmasp masih berumur sepuluh tahun. Tahmasp memerintah selama  52 tahun,  menjelang wafatnya Tahmasp mengalami sakit keras, pada masa ini pasukan Qizilbash terpecah menjadi dua kubu, satu diantaranya kelompok yang memihak Ismail Mirza dan lainnya memihak kepada Haidar Mirza. Dalam hal ini Tahmasp memilih Haidar Mirza putra ke tiganya sebaga calon penggantinya. Namun Ismail melakukan penolakan dan perlawanan pada saat penobatan Haidar  menjadi khalifah (Syah) hingga akhirnya Haidar terbunuh, dan Isma’il naik Tahta dengan gelar Isma’il II ( 1576-1577 M )
Setelah setahun menjabat, Isma’il wafat dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda ( 1577-1587 M) Putra pertama Tahmasp I atas penunjukan para pejabat Negara. Khudabanda menjabat lebih kurang sepuluh tahun lamanya, kemudian digantikan oleh Syah Abbas I. Syah Abbas I memerintah selama kurang lebih 41 tahun, selama pemerintahannya, Syafawi  berada pada tatanan yang penuh dengan kemajuan, perbaikan urusan administrasi, diplomasi luar negeri dan lain-lain Sebelum Abbas I, Persaingan antara Syafawi  dengan Turki Usmani selalu terjadi, ditandai dengan perang yang berkepanjangan, peperangan dimulai sejak kepemimpinan Ismail I (1501-1524 M), lalu Tahmasp I (1524-1576 M), Isma’il (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587) Akhirnya, Abbas I (1588-1628 M) melakukan perjanjian dengan Turki Usmani sehingga mengakhiri perang yang biasanya terjadi Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan atau dinasti safawiyah, secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut didalam negeri yang menggangu stabilitas Negara dan berhasil merebut  kembali wilayah – wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja – raja sebelumnya ( Badriyatim,2014;143).

B. Kemajuan yang dicapai pada masa Kerajaan atau Dinasti Safawiyah
Kemajuan yang dicapai Kerajaan atau Dinasti Safawiyah tidak hanya terbatas di bidang politik saja, di bidang yang lain kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajauan – kemajuan itu antara lain sebagai berikut :
1.        Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi terjadi perkembangan ekonomi yang pesat setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan nama pelabuhan “Gumrun” akhirnya diubah menjadi Bandar Abbas. Sebagai pelabuhan utama wilayah ini mampu menjamin kehidupan perekonomian Safawi. Hal ini dikarenakan bandar tersebut sudah dikuasai yang merupakan salah satu jalur dagang yang strategis antara timur dan barat yang biasanya menjadi daerah perebutan belanda Inggris dan Prancis. Selain itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan sabits ubur (fortile crescent) ( Badriyatim,2014;144) .
2.        Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Dinasti atau Kerajaan Safawiyah tradisi keilmuan yang selalu hadir ini terus berjlanjut. Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir dimajlis istana yakni Baha Al Din Al Syaerazi seorang generalis ilmu pengetahuan, Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad seorang filodof, ahli sejarah, teolog dan pernah mengadakan oobservasi mengenai kehidupan lebah. Dalam bidang ini kerajaan safaiyah mungkin dapat dikatakan lebih berhasil dari dua kerajaan besar islam lainnya pada masa yang sama ( Badriyatim,2014;144).
3.        Bidanag Pembangunan Fisik dan Seni
Para pengusa kerajaan ini telah berhasil menciptakan Isfahan ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Dikota ini berdiri bangunan – bangunan besar lagi indah seperti Masjid, Rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa diatasa Zende Rudd an Istana Chihil sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman – taman wisata yang ditata secara apik, ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 Akademi, 1802 Penginapan dan 273 pemandian umum.
Dibidang seni, kemajuan Nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunannya, seperti terlihat pada masjif shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid Syaihk Luth Allah yang dibangun tahun 1603 M. unsure seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan tangan keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, tembikar dan benda seni lainnya. Seni lukis dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz pelukis itu bernama Bizhad. ( Badriyatim,2014;145).
Demikianlah pucak kemajuan yang dcapai oleh Dinasti atau Kerajaan Safawiyah. Setelah itu kerajaan ini mulai mengalami gerak menurun. Kemajauan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar islam yang disegani oleh lawan – lawannya terutama bidang politik dan militer.

C. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti atau Kerajaan Safawiyah.
Dinasti Syafawiyah di Persia meraih puncak keemasan di bawah pemerintahan Syah Abbas I selama periode 1588-1628 M. Abbas I berhasil membangun kerajaan safawiyah sebagai kompetitor seimbang bagi Kerajaan Turki Usmani. Tanda-tanda kemunduran kerajaan persia mulai muncul sepeninggalan Abbas I. Secara berturut-turut yang menggantikan Abbas I adalah: Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M) Sulaiman (1667-1694 M0 Husain (1694-1722 M) Tahmasp II (1722-1732 M) Abbas III (1733-1736 M). Banyak faktor yang mewarnai kemunduran kerajaan safawi, di antaranya dari perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan. Selain itu dikarenakan bahwa Syah-syah yang menggantikan Abbas I sangat lemah dalam banyak hal terutama kepiawaian dalam memimpin dan pendekatannya terhadap pejabat, aparat dan rakyat.
Safi Mirza, cucu Abbas I merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan ini dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifatnya yang pecemburu. Pada masa pemerintahan Mirza inilah kota Qandahar lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh kerajaan Mughal yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan, dan Baghdad direbut oleh Kerajaan Usmani. Abbas II disebutkan sebagai seorang raja yang pemabuk, sehingga kebiasaan mabuk inilah yang menamatkan riwayatnya. akan tetapi di tangannya kota Qandahar bisa direbut kembali. Demikian halnya dengan Sulaiman, ia juga disebut sebagai seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar istana yang dicurigainya. Disebutkan Selama tujuh tahun ia tak pernah memerintah kerajaan. ( Badriyatim,2014;158).
Diyakini, konflik dengan Turki Usmani adalah sebab pertama yang menjadikan Safawi mengalami kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan kerajaan yang lebih kuat dan besar daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini disebabkan oleh konflik Sunni-Syi’ah. Syah Husain adalah raja yang alim akan tetapi kealiman Husain adalah suatu kefanatikan tehadap Syi’ah. Karena dia lah ulama Syi’ah berani memaksakan pendiriannya terhadap golongan Sunni. Inilah yang menyebabkan timbulnya kemarahan golongan sunni di Afganistan  sehingga menimbulkan pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan bangsa Afgan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang berhasil menduduki Mashad. Di lain pihak Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Pada masa Mir Mahmud berhasil menyatukan suku Afgan dengan suku Ardabil. Dengan kekuatan yang semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut wilayah Afgan dari tangan Safawi. Bahkan ia melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah tersebut.
 Penyerangan demi penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh Husain, Mahmud diangkat menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husain Quli Khan yang berarti Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk menjalankan siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu kota safawi itu selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25 Oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan kemenangan, sedangkan beberapa wilayah propinsi laut Kaspia di Jilan, Mazandaran dan Asterabad direbut oleh Rusia. Tak menerima semua ini, Tahmasp II yang merupakan salah seorang putra Husain dengan dukungan penuh suku Qazar dari Rusia, memproklamirkan diri sebagai penguasa Persia dengan ibu kota di Astarabad. Pada 1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afgan yang menduduki Isfahan. Asyraf sebagai pengganti Mir Mahmud berhasil dikalahkan pada 1729 M, bahkan Asyraf terbunuh dalam pertempuran tersebut. Dengan kematian Asyraf, maka dinasti Safawi berkuasa lagi.
Pada Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang merupakan putra Tahmasp II, padahal usianya masih sangat muda. Ternyata ini adalah strategi politik Nadir Khan, karena pada tanggal 8 maret 1736, dia menyatakan dirinya sebagai penguasa persia dari abbas III. Maka berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia. Kehancuran Syafawiyah juga dikarenakan lemahnya pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi pasca penggantian tentara Qizilbash. Hal ini karena pasukan Ghulam tidak lagi dilatih secara penuh dalam memahami seni militer. Sementara sisa-sisa pasukan Qizilbash tidak memiliki mental yang kuat dibandingkan dengan para pendahulu mereka. Sehingga membuat pertahanan militer Safawi sangat lemah dan mudah diserang oleh lawan.
Diantara sebab – sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan safawiyah ialah konflik berkepanjangan dengan kerajaan Turki Usmani. Bagi Kerajaan Turki Usmani berdirinya kerajaan safawiyah yang beraliran Syiah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut dan setelah itu dapat dkatakan tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar islam itu ( Ibid;417 ). Penyebab lainnya adalah dekadensi moral yang melanda sebagaian para Pemimpin kerajaan Safawiyah. Ini turur mempercepat proses kehancuran kerajaan atau dinasti tersebut, sulaiman, disamping pencadu narkoba juga menyenangi kehidupan malam berserta harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekali menyempatkan diri menangani pemerintahan begitu juga sultan Husain.
Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan Ghulan ( Budak – budak ) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses seperti yang dialami Qizilbash. Sementara itu, anggota qizilbash yang baru ternyata tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan anggota qiizilbash sebelumnya. Dan tidak kalah penting juga dari sebab – sebab diatas adalah sering terjadinya konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. ( Badriyatim,2014;159).


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1.        Dinasti atau Kerajaan Safawiyah berasal dari sebuah Tarekat Sufi. Nama Safawi di ambil dari nama pendiri tarekat tersebut Safi Al-din Ishak Al-Ardabily ( 1525-1334 M ) secara resmi diproklamirkan pertama kali oleh Ismail I ( 1501 – 1524 M ).
2.        Kemajuan kerajaan Safawi terjadi pada masa pemerintahan Syah Abbas I, Banyak kemajuan yang dicapai selaian berhasil memperbaiki system politik dan perekonomian kerajaan juga berkembang kemajuan bidang pengetahun, pendidikan, seni dan Pertanian serta militer.
3.        Kemunduran Safawi terjadi karena setelah Abbas I tidak ada lagi pemimpin Safawi yang secakap Abbas I dalam hal kepemimpinan. Selain itu penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Safawiyah adalah sering terjadi konflik internal di dalam Kerajaan Safawi sendiri, di tambah lagi konflik dengan Turki Usmani serta dekadensi moral para pemimpin atau Raja yang berkuasa saat itu.


B. Saran
1. Setiap apapun yang terjadi pada masa yang lalu baik itu bersifat positif maupun yang negatif merupakan suatu sejarah yang patut kita ingat dan kita pelajari sebagai teladan dan pelajaran bagi kehidupan kedepan.



DAFTAR PUSTAKA


Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Isam, Jakarta ; Raja Grafindo Persada, 2014
Ali, A. Mukti, dkk (Ed.), Ensiklopedi Islam, Jakarta : Departemen Agama RI, 1988.
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1983.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam :Sejarah, Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.

Holt, P.M ( Ed ) , the Cambridge history of islam, vol IV, London ; Cambridge University Press, 1977

Tidak ada komentar:

Posting Komentar