Senin, 22 Agustus 2016

PROPOSAL SKRIPSI ( HUBUNGAN AKREDITASI DENGAN PELAYANAN PENDIDIKAN )

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tantangan besar Lembaga Pendidikan Islam saat ini dalam konteks peningkatan mutu pendidikan madrasah adalah Akreditasi Madrasah.Persoalan Akreditasi menjadi penting dan urgen menyusul ditetapkannya standar nasional pendidikan yang menempatkan masalah penuntasan akreditasi madrasah menjadi prioritas penting.[1]
Akreditasi sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan dan bersifat terbuka.[2]Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan atau satuan pendidikan[3].
Selain itu dalam pengertian yang lain Akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.[4]Dalam hal ini akreditasi memiliki makna proses pendidikan. Di samping itu akreditasi juga merupakan penilaian hasil dalam bentuk sertifikasi formal terhadap kondisi suatu sekolah atau madrasah yang telah memenuhi standar layanan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses akreditasi dalam makna proses adalah penilaian dan pengembangan mutu suatu sekolah atau madrasah secara berkelanjutan. Akreditasi dalam makna hasil menyatakan pengakuan bahwa suatu sekolah atau madrasah telah memenuhi standar kelayakan yang telah ditentukan dan Untuk melaksanakan akreditasi Sekolah atau Madrasah pemerintah membentuk BAN-S/M .[5]Berdasarkan Permen No.29 tahun 2005Akreditasi Sekolah atau Madrasah adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu Sekolah atau Madrasah berdasarkan kriteria yang  telah ditetapkan dan dilakukan oleh BAN-S/M yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan[6].
Ruang lingkup akreditasi Sekolah atau Madrasah mencakup semua jenjang dari RA atau TK sampai pada jenjang MA atau SMA baik negeri maupun swasta dan dari segi lingkup komponen sekolah atau madrasah yang dinilai dalam akreditasi, meliputi proses belajar mengajar, sumber daya, manejemen, kultur dan lingkungan madrasah.
Namun untuk memperoleh pengakuan status dan tingkat kelayakan madrasah melalui akreditasi, sekurang-kurangnya satu pendidikan madrasah harus telah memenuhi persyarataan sebagai lembaga penyelenggaraan pendidikan diantaranya tersedianya komponen penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan, yaitu mulai dari adanya Kepala Madrasah, Pendidik, Peserta didik, Kurikulum yang digunakan, sarana prasarana, buku penunjang, media dan sumber dana yang tetap.[7]
Sesungguhnya kebijakan pemerintah mengenai system akreditasi ini dimaksudkan supaya masyarakat mengenal peta kualifikasi sekolah atau madrasah, serta mengetahui keadaan sebenarnya sektor-sektor pendidikan  baik dalam skala daerah maupun nasional serta mengetahui baik dan buruknya suatu lembaga pendidikan. Allah berfirman dalam Qs al ankabut ayat 2 – 3 yang menjelaskan tentang prinsip – prinsip akreditasi, yaitu :
Artinya : Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi ?dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.[8]
Akreditasi juga di maksudkan  sebagai lembaga verifikasi bagi lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan  agar lembaga-lembaga penddikan tersebut benar-benar layak dan siap dalam  menyelengarakan penddidkan baik dari  segi sarana dan perasana, tenaga  pendidik, manajemen, administrasi sekolah dan komponen-komponen yang  lainya yang sesuai dengan standart kelayakan yang  ditentukan secara nasional.[9]
Akreditasi sendiri berfungsi mendorong madrasah agar memenuhi akuntabilitas public terhadap penyelenggaraan pendidikan. Selain itu juga Akreditasi Mempunyai fungsi diantaranya adalah sebagai jaminan tentang kualitas pendidikan madrasah yang akan dipilih sehingga terhindar dari adanya praktik yang tidak bertanggung jawab, mengetahui akan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sehingga dapat menyusun perencanaan pengembangan secara berkesinambungan serta yang terakhir dengan akreditasi madrasah merasa terdorong dan tertantang untuk selalu mengembangkan dan mempertahankan kualitas serta berupaya menyempurnakan dari berbagai kekurangan.[10]
Akreditasi madrasah dapat menjadi ukuran keberhasilan atau tidaknya pengelolah madrasah dan dimana letak kekurangan yang terjadi selama  ini.Akreditasi madrasah dapat membantu pengelolah madrasah untuk lebih fokus dalam tugas pengelolaan madrasah sehingga menjadi pendorong dalam peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat sehingga tercipta Lembaga Pendidikan Islam yang berkualitas yang diminati banyak masyarakat dengan mencetak generasi yang berilmu dan berakhlak.
Kaitannya dengan hubungan akreditasi Sekolah atau Madrasah dengan Pelayanan Pendidikan, dapat diartikan bahwa pelayanan pendidikan dapat didefinisikan sebagai prosespenerapan ilmu untuk menyusun rencana, mengimplementasikanrencana, mengkoordinasi dan menyelesaikan aktivitas pelayanan demitercapainya tujuan pelayanan[11].Pelayanan pendidikan menyangkut tentang keseluruhan upaya yang dilakukan oleh para stekholder pendidikan diantaranya yang paling berpengaruh adalah Kepala Madrasah, Guru dan Tenaga Kependidikan yang semuanya memiliki peranan pelayanan masing – masing .
Kepala Madrasah mempunyai peran pelayanan memberikan bimbingan kepada guru dalam memperbaiki mutu proses belajar mengajar, menciptakan iklim pembelajaran, dengan mempengaruhi, mengajak, dan mendorong guru, siswa, dan staf lainnya untuk menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya menggerakkan, mempengaruhi, memberi motivasi, serta mengarahkan orang di dalam organisasi atau lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan demi memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dan pengguna pendidikan[12].
Sedangkan Guru memiliki peran pelayanan pendidikan diantaranya pengajaran di sekolah (kelas) agar peserta didik memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikan, memberikan bantuan berupa bimbingan kepada peserta didik agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkannya sendiri, mengenal diri sendiri dan menyesuaikan dengan lingkungannya, menyampaikan ilmu, teknologi dan lain sebagainya, tapi di sisi lain menampung aspirasi, kebutuhan, minat, masalah dan tuntutan masyarakat dan sebagai guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh peserta didiknya, orang tua dan masyarakat[13].
Adapun dalil dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pelayanan adalah sebagaimana QS.Al Hasyr ayat 9 :¯
Artinya : Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung[14].
Dari ayat ini nampak adanya usaha untuk menghormati dan melayani orang lain (dalam kontek ini kaum Muhajirin). Kaum Ansor rela dengan apa yang diberikan kepada kaum Muhajirin. Sehingga ayat ini bisa mengilhami bagaimana harusnya konsep layanan dalam bidang pendidikanmaupun bidang lainnya.Keikhlasan pelayan dan kerelaan konsumen terhadap kwalitas layanan yang diberikan[15].
Maka untuk menciptakan madrasah atau lembaga pendidikan islam yang fungsional dan efektif dalam mencapai harapan masyarakat, maka perlu dicptakan hal-hal yang baru dalam organisasi pendidikan baik dalam hal pilihan metode pengajaran, pembiayaan yang efektif, penggunaan alat-alat teknologi pengajaran yang baru, materi pengajaran yang bermutu tinggi dan kemampuan menciptakan dan menawarkan lulusan kepada Masyarakat.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa akreditasi diartikan sebagai proses penilaian terhadap kelayakan satuan program pendidikan sedangkan pelayanan pendidikan menyangkut tentang keseluruan upaya atau pelayanan yang dilakukan oleh para stekholder yang terdapat pada suatu lembaga pendidikan. Akreditasi yang baik akan meningkatkan pelayanan yang primadalam  proses belajar serta dapat  menunjukkan kadar atau kondisi  motivasi belajar yang dimiliki siswa pada masyarakat atau orang tua siswa.[16]
Sehingga dari uraian diatas dapat kami tarik suatu pembahasan untuk dapat dilakukan penelitian dengan judul“Hubungan Akreditasi Madrasah Dengan Peningkatan Pelayanan Pendidikan Di Madrasah Ibtidaiyah Mamba’ul Ulum  Bedanten Bungah Gresik.”

B. Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang diatas, maka muncul beberapa masalah yang penting untuk dijabarkan, yaitu :
1.  Bagaimana Kualitas keberadaan Akreditasi di MI Mamba’ul Ulum Bedanten Bungah Gresik ?
2. Bagaimana Pelayanan pendidikan di MI Mamba’ul Ulum Bedanten Bungah Gresik ?
3. Adakah hubungan akreditasi madrasah dengan peningkatan pelayanan pendidikan di MI Mamba’ul Ulum Bedanten Bungah ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kualitas dan keberadaan akreditasi di MI Mamba’ul Ulum Bedanten Bungah Gresik .
2. Untuk mengetahui Pelayanan pendidikan di MI Mamba’ul Ulum Bedanten Bungah Gresik
3.  Untuk mengetahui hubungan akreditasi madrasah dengan peningkatan pelayanan pendidikan di MI Mamba’ul Ulum Bedanten Bungah
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi masukkan bagi madrasah dan sekolah dalam usaha peningkatan pelayanan pendidikan.
2. Secara teoristik, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagipengembangan ilmu pendidikan khususnya dalam manajemen pendidikan Agama Islam.
3. Hambatan dan dukungan yang dihadapi dalamsetiap proses peningkatan pelayanan pendidikandapat dijadikan sebagai pertimbangandalam usaha membantu mengatasi problem yang dihadapi.
4. Bagi penulis penelitian ini merupakan media pembelajaran yang sangatberharga dalam rangka memperoleh pengalaman dan merupakan penerapanilmu pengetahuan yang penulis peroleh dan juga sebagai wawasan dalammenyusun karya ilmiah.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling tinggi dan paling mungkin  kebenarannya. Sehingga apabila hipotesis itu diterimah atau tidak sangat tergantung pada hasil penelitian atau  penyelidikan terhadap fakta-fakta atau data-data yang terkumpul.
Hipotesis penelitian dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hipotesis Kerja atau Hipotesis Alternatif (Ha)
Yaitu hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan fariabel Y, yang dimaksud adalah akreditasi sekolah ada hubungan terhadap pelayanan pendidikan di MI Mamba’ul Ulum Bedanten
2. Hipotesis Nol (Ho)
Yaitu hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel X dan variabel Y, yang dimaksud adalah korelasi akreditasi sekolah tidak berpengaruh terhadap pelayanan pendidikan di MI Mamba’ul Ulum Bedanten
F. Jenis Penelitian
a. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti maka jenis penelitian ini menggunakan penelitian diskriptif korelasional dengan metode ex post fakto atau pengukuran sesudah kejadian dengan pendekatan psikoligisetis yang berupaya menjelaskan tentang realita yang ada dalam kehidupan manusia, dimana penelitiannya bersifat langsung yaitu proses mencari data yang dilakukan secara langsung kepada populasi yang ada dilapangan. Diskriptif korelasional dipandang sesuai dengan penelitian ini karena bertujuan untuk memperoleh gambaran variable yang di teliti dan bersifat korelasi karena penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan itu.[17]metode ex post fakto ini digunakan karena penelitian ini digunakan untuk menemukan ada tidaknya hubungan akreditasi madrasah dengan peningkatan pelayanan pendidikan.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini disajikan dengan angka – angka, hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto yang mengembangkan penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak di tuntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data atau penafsiran terhadap data tersebut serta penampilan hasilnya. Penelitian kuantitatif  sendiri adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif.
G. Outline Penelitian
Agar pembahasan dala skripsi ini nantinya lebih sistematis dan mendiskripsikan suatu kesatuan yang komperhensif maka disusun dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:
1.   BAB Pertama Pendahuluan, Bab ini merupakan gambaran umum untuk memberi pola pemikiran keseluruhan skripsi  yang meliputi; Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, tujuan penelitian,Manfaat penelitian, Hipotesis Penelitian, Jenis Penelitian, Sistematika pembahasan.
2.   BAB KeduaTinjauan Pustaka, Bab ini merupakan gambaran dari teori – teori dari kajian pustaka tentang akreditasi dan pelayanan pendidikan, yang berisi tentang; 1. Tinjauan tentang Akreditasi Madrasah; Pengertian Akreditasi madrasah, Ruang Lingkup Akreditasi, Prinsip-prinsip Akreditasi, komponen – komponen yang dinilai dalam akreditasi, Prosedur Akreditasi, penentuan peringkat akreditasi 2. Tinjauan tentang Pelayanan Pendidikan; 1. Pengertian pelayanan pendidikan,2.ruang lingkup pelayanan pendidikan meliputi :Pelayanan Pembelajaran, pelayanan administrasi, pelayanan informasi, pelayanan keuangan, pelayanan kesehatan.
3.   BAB KetigaMetodologi Penelitian, Bab ini berisi tentang; Lokasi penelitian, Populasi dan Sampel, Sumber data, Tehnik pengumpulan data, ,Paparan data dan Tehnik analisis data. Instrumen Penelitian
4.   BAB KeempatPaparan Data dan Temuan Penelitian, Bab iniakan disajikan uraian yang terdiri atas gambaran umum latar penelitian, paparan data penelitian dan temuan penelitian.
5.   BAB Kelima Pembahasan Hasil Penelitian, Pada Bab ini akan disajikan pembahasan analisis temuan – temuan penelitian sampai menemukan  sebuah hasil dari apa yang sudah tercatat sebagai rumusan masalah. penyajian data, analisis data yang terdiri dari analisis data  akreditasi sekolah, Analisis data  peningkatan pelayanan pendidikan dan analisis korelasi akreditasi sekolah dengan peningkatan pelayanan  pendidikan
5. BAB Keenam Penutup, Bab ini menguraikan Kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan dan juga berisi tentang saran – saran yang berhubungan dengan topik pembahasan yang ada.



[1] Juknis Akreditasi Kemenag RI tahun 2010
[2]Ara hidayat, Imam machali, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), hlm. 182
[3]PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal 86 ayat 1 )
[4]PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal 86 ayat 3 ).
[5]Permendiknas No.29 Tahun 2005 tentang BAN-S/M pasal 2 ayat 1
[6]Permendiknas No.29 Tahun 2005 tentang BAN-S/M Pasal 1 ayat (5)
[7]Hidayat Ara, Imam Machali, Pengeloolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa, 2010)
[8] Qs. Al Ankabut ayat 2 - 3
[9]Fokus Media Tim Redaksi, Standar Nasional Pendidikan, (Bandung: Fokus Media, 2005)
[10]Ikhwan, Afiful.  Akreditasi Sekolah/Madrasah, dalam http://www.afifulikhwan.blogspot.com, diakses pada 6 Juni 2013
[11]Darmastuti Suetrisno. Ir., M.Ed., Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Sekolah Dasar. Departemen Pendidikan Nasional.
[12] Mulyasa (2004:182)
[13]Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi , 56 : 2000
[14] Depag RI,Al‐Qur’an dan terjemahannya ,(Semarang:PT.Karya Toha Putra,1998)h.1271
[15]Zamroni. 2007. Meningkatkan Mutu Sekolah, Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta: PSAP Muhammadiyah
[16]Nanang, F. 2000.Manajemen Berbasis Sekolah Pemberdayaan sekolah dalam rangka Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah. Bandung: CV Andira
[17] Arikunto;1993

PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengembangan Kurikulum PAI
Secara substantif, kurikulum  adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun  untuk mencapai tujuan pendidikan[1]. Isi kurikulum bukan hanya terdiri atas sekumpulan pengetahuan atau kumpulan informasi, tetapi harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan dibutuhkan bagi pengetahuan,  baik bagi pengetahuan itu sendiri, siswa  maupun  lingkungannya[2]. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan ketika mengkaji  isi kurikulum. Pertama adalah  isi kurikulum yang didefinisikan sebagai bahan atau materi pembelajaran. Bahan itu tidak hanya berisikan informasi faktual, tetapi juga mencakup pengetahuan, keterampilan, konsep-konsep, sikap dan nilai. Kedua, dalam proses pembelajaran, dua elemen kurikulum,  yaitu isi dan metode, berinteraksi secara konstan. Isi memberikan signifikansi jika ditransmisikan kepada siswa dalam beberapa hal dan cara. Itulah yang disebut metode atau pengalaman belajar mengajar.
Hubungan antara isi dan metode sangat dekat, tetapi keduanya dipisahkan menjadi elemen-elemen kurikulum, masing-masing dapat dinilai dengan kriteria berbeda. Baik isi maupun metode harus signifikan sehingga hasil dari belajar efektif bisa diraih dengan baik[3] Persoalan isi atau bahan meliputi berbagai hal, seperti (a)  pentingnya mata  pelajaran, secara tradisional, isi telah diseleksi dalam bentuk mata pelajaran  (b) pentingnya proses, saat diseleksi,  isi mampu mempertimbangkan pentingnya mata pelajaran dan bisa mencapai keseimbangan diantara keduanya, bahkan berbagai mata pelajaran membentuk tidak hanya isi yang unik, tetapi juga cara-cara berpikir (c) bahan mengajar, pengembang kurikulum memiliki sumber-sumber untuk bahan yang akan diseleksi dan  telah mengalami beberapa peningkatan yang cepat (d) kebutuhan penyeleksian secara rasional, mengaplikasikan kriteria yang rasional dalam menentukan isi pengajaran kedalam suatu kurikulum merupakan sebuah kebutuhan (e) keberadaan pengetahuan  siswa,saat menyeleksi isi pengajaran, isi bagi  siswa  telah diketahui sebagai pertumbuhan yang utama.
Dalam hal ini, setiap kriteria diaplikasikan kedalam semua isi yang diajarkan. Tidak terdapat  kriteria yang dapat berdiri sendiri dan kriteria-kriteria itu dimaksudkan sebagai petunjuk untuk menyeleksi isi atau bahan kurikulum. Kriteria tersebut adalah  (1)  validitas, yaitu  isi  yang  autentik, mutakhir  dan memuaskan dimasukkan,  sedangkan  yang tidak sesuai  kriteria, dihilangkan  (2) signifikansi, yaitu  fundamen mata pelajaran dan mencakup berbagai ragam tujuan  (3) minat, berarti  prinsip belajar dan motivasi menganjurkan bahwa isi harus disesuaikan dengan minat siswa sehingga proses belajarpun menjadi lebih produktif, jika tanpa minat, maka  disana tidak akan terjadi proses belajar, maka guru harus mampu memilih isi yang bisa mengakomodasi minat siswa (4) kemampuan belajar, maka isi yang dipelajari harus dapat diadaptasi untuk dicocokkan dengan kemampuan  siswa (5) konsistensi dengan realitas sosial dan bisa memberikan orientasi yang paling berguna dunia di sekeliling  siswa, relevan dengan kenyataan sosial agar siswa lebih mampu memahami fenomena dunia atau perubahan yang terjadi  (6) manfaat, berarti  isi yang paling berguna bagi  siswa  dalam menyelesaikan kondisi mereka sekarang dan dimasa yang akan datang, harus diseleksi melalui mata pejaran disekolah, bermanfaat bagi  siswa, masyarakat  ataupun dunia kerja[4] (7) keseimbangan antara keluasan dan kedalaman  (8) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai  (9) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara umum,  isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu  (a) logika, yaitu pengetahuan tentang benar-salah  dan  berdasarkan prosedur keilmuan  (b) etika, yaitu pengetahuan tentang baik-buruk, nilai dan moral (c) estetika, yaitu pengetahuan tentang indah-jelek, yang  ada nilai seni.[5] Berdasarkan pengelompokan isi kurikulum tersebut, maka pengembangan isi kurikulum harus disusun berdasarkan  kandungan  bahan kajian  atau  topik yang dapat dipelajari  siswa  dalam proses pembelajaran  dan berorientasi  kepada standar komptensi  lulusan, standar kompetensi mata pelajaran dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Disamping prinsip-prinsip  itu,  pengembang kurikulum hendaknya memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam isi kurikulum, yaitu  (1) teori, yaitu seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan (2) konsep, yaitu suatu abstrak yang dibentuk oleh organisasi definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala yang perlu diamati (3) generalisasi, yaitu kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang  khusus, bersumber dari hasil analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian  (4) prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep (5) prosedur, yaitu serangkaian langkah yang berurutan yang ada dalam materi pelajaran dan harus dilakukan oleh siswa  (6) fakta, yaitu sejumlah informasi khusus dalam materi yang dipandang mempunyai kedudukan penting  (7) istilah, yaitu kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus, yang diperkenalkan dalam materi (8) contoh, yaitu ilustrasi, sesuatu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas, sehingga uraian atau pendapat dapat lebih mudah dimengerti oleh pihak lain  (9) definisi,  yaitu  penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal (10) preposisi, yaitu  suatu pernyataan atau pendapat yang tidak perlu diberi argumentasi. Dalam pengembangan isi kurikulum,  terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu ruang lingkup (scope), urutan (sequence), penempatan bahan (grade placement) dan bentuk organisasi isi.
Pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum ketujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dalam, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Oleh karena itu pengembangan kurikulum hendaknya bersifat antisipatif, adaptif dan aplikatif.
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai : (1)   kegiatan menghasilkan kurikulum PAI atau (2) proses yang mengkaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik;dan/ atau(3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI. Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal-hal tersebut masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut: (1) perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agtama islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI: (2) perubahan dari cara berpikir tekstual, normative, dan absolutis kepada cara berpikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam: (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiuran agama Islam daripada pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut: dan(4) perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[6]

B. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Dengan mengacu kepada uraian Murray Print, sebagaimana dikutip Wina Sanjaya, dalam konteks hubungan guru dan kurikulum, pengembangan kurikulum menjadi tugas penting yang harus dilaksanakan oleh semua pengembang kurikulum, termasuk guru, di setiap tingkat pendidikan. Setidaknya  terdapat  empat peran yang harus dilaksanakan oleh guru PAI dalam mengembangkan kurikulum, yaitu  sebagai  implementer  (pelaksana), sebagai  developer (pengembang), sebagai adapter (penyelaras) dan sebagai researcher (peneliti)[7].
Sebagai implementer kurikulum, guru diharapkan berperan untuk melaksanakan kurikulum yang telah disusun, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP yang telah dirancang secara terpusat dalam bentuk GarisGaris Besar Program Pengajaran atau GBPP. Kurikulum ini harus diaplikasikan oleh guru dalam setiap proses pembelajaran di sekolah, khususnya di kelas. Dengan demikian, ruang peran guru sebagai implementer kurikulum tidak sampai kepada penentuan isi dan target kurikulum, tetapi hanya terbatas pada penentuan kegiatankegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaannya sampai kepada pelaksanaannya.
Dalam peran ini, kedudukan guru adalah sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Peran guru dalam posisi ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan  rencana pembelajaran, menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan lingkungan sekolah, memanfaatkan  media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kondisi sekolah, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode dan teknik yang tepat), mengelola kelas dengan baik dan sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia, merefleksikan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan, berkonsultasi dengan kepala madrasah ataupengawas untuk mengatasi kendala yang dihadapi dan membantu kesulitan siswa dalam proses belajar.
Proses implementasi kurikulum untuk semua mata pelajaran, khususnya PAI,  selalu menggambarkan keterkaitan proses dengan tujuan dan  isi, kejelasan teori belajar, keterkaitan dengan sosial, budaya, teknologi, ketersediaan fasilitas, alokasi waktu, fleksibilitas, peran guru dan  siswa, peran evalusi dan perlunya feedback.  
Sebagai  developer  kurikulum, guru  diberi kewenangan untuk mendesain kurikulum madrasah. Peran pengembangan kurikulum ini terkait erat dengan karakteristik, visi dan misi sekolah atau madrasah serta pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa. Pelaksanaan peran ini dapat dilihat dalam pembuatan dokumen kurikulum, pengembangan silabus dan  rencana pelaksanaan pembelajaran atau RPP dan muatan lokal atau mulok sebagai bagian dari struktur KTSP.  Penyusunan  dan pengembangan kurikulum mulok sepenuhnya diserahkan kepada tiaptiap satuan pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan  tiaptiap sekolah sesuai dengan character distingtif-nya. Mengingat setiap sekolah memiliki kurikulum mulok  tersendiri, maka ada kemungkinan terjadi perbedaan kurikulum mulok antar  sekolah atau madrasah.
Dalam kaitan posisi guru sebagai  developer  kurikulum, maka guru dituntut aktif, kreatif dan komitmen tinggi dalam penyusunan dokumen kurikulum  PAI, seperti mengikuti  in house training  tentang konsep dasar dan pengembangan kurikulum,  berperan aktif dalam tim perekayasa dan pengembang kurikulum sesuai dengan kelompok  mata pelajaran, berperan aktif dalam penyusunan standar isi dan standar  kompetensi  lulusan  atau SKL, berperan aktif dalam menyusun Standar Kompetensi atau SK dan kompetensi dasar atau KD serta pemetaannya, mengembangkan silabus pembelajarandan menyusun semua perangkat operasional yang mendukung RPP, seperti Lembar Kerja Siswa  atau dan bahan ajar, seperti modul pembelajaran.
Sebagai adapter kurikulum, guru  memiliki kewenangan  untuk menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal, terutama  kebutuhan siswa dan daerah. Dalam fase ini, tugas pertama seorang guru adalah memahami dengan baik karakteristik sekolahnya,  lalu  mengakomodir kebutuhankebutuhan masyarakat dan daerahnya,  baru membuat desain kurikulum sekolah sesuai kebutuhan  sekolah  dan masyarakat lokal.Untuk memahami karakteristik dan kebutuhan masyarakat di sekitar madrasah atau sekolah, dimulai dari  mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan masyarakat  terhadap madrasah atau sekolah, kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan sekitar madrasah yang bersangkutan, data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah sekitar madrasah yang bersangkutan, seperti masyarakat sekitar madrasah, pemerintah daerah, instansi vertikal terkait, perguruan tinggi, dunia usaha dan potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya dan kekayaan alam. Keadaan daerah seperti telah disebutkan dapat diketahui antara lain dari  (a) rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah,  baik jangka pendek maupun jangka panjang  (b) pengembangan ketenagakerjaan,  termasuk jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan  (c) aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya  (d) menentukan fungsi dan susunan atau komponen muatan yang sesaui dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat sekitar[8].
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas, dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan kurikulum lembaga, antara lain untuk (a) melestarikan dan mengembangkan kajian kitab kuning  (b) meningkatan  ’amaliyah salafiyah  (c) meningkatkan kemampuan  berwirausaha  (d) berdasarkan fungsi muatan dan kebutuhan lembaga tersebut dapat ditentukan kajian kebutuhan lokal.  Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan madrasah. Penentuan bahan kajian kebutuhan lokal didasarkan pada kriteria  (a) kesesuaian dengan tingkat perkembangan  siswa (b) kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan  (c) ketersediaan  sarana dan prasarana (d) tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan (e) kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di madrasah  (f) menentukan mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat (g) mengembangkan SK, KD dan silabus.
Sebagai  researcher  kurikulum, guru memiliki  peran sebagai peneliti kurikulum  atau curriculum researcher. Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerja sebagai guru. Dalam melaksanakan peran sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, menguji strategi  atau  model pembelajaran dan lain sebagainya,  termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa  dalam mencapai target kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah  penelitiantindakankelas (PTK) dan  lesson  study.PTK adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Dengan demikian, PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya. Sedangkan  lesson study  adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain, baik dosen, guru mata pelajaran yang samaatau guru satu tingkat kelas yang sama atau guru lainya, dalammerancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang bersamaatausendiri, kemudian diobservasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan.
Dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan  kurikulum. Hal ini bukan berarti ganti menteri pendidikan ganti kurikulum, seperti pendapat sebagian guru, melainkan kurikulum harus selalu berubah sesuai dengan tuntutan jaman.Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP  dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi, dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan setempat.  Otonomi sekolah memotivasi guru untuk mengubah paradigma sebagai  curriculum user  menjadi  curriculum developer, sehingga guru mampu keluar dari kultur kerja konvensional menjadi kultur kerja kontemporer yang dinamis dan guru mampu memainkan peran sebagai agent of change dan guru mengajar siswa sesuai dengan jamannya.
Pada era globalisasi seperti ini, madrasah dengan melibatkan guru, harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar dan kurikulum secara terus menerus. Untuk dapat melakukan reformasi dan inovasi pendidikan, diperlukan dukungan empirik yang dihasilkan melalui kegiatan penelitian. Jika tidak, guru akan terisolasi dari pengetahuan dan informasi mutakhir. Tanpa ada dukungan penelitian, proses pendidikan akan  stagnan  dan reformasi serta inovasi mustahil dapat dilakukan. Hasil penelitian dapat membantu guru untuk mengambil keputusan yang tepat dan akurat untuk kepentingan proses belajar mengajar dan pembenahan kurikulum. Jika keputusan tersebut dibantu dengan hasil penelitian, proses belajar mengajar dan kurikulum dapat dicapai dengan optimal dan efektif.
Pembelajaran yang efektif merupakan hal yang kompleks dan rumit untuk dapat dikonsepsikan dan dibentuk  paradigmanya secara tunggal dan universal[9]. Siswa adalah insan manusia yang unik. Mereka tidak dapat diperlakukan seperti benda mati yang dapat dikendalikan semaunya oleh semua pihak. Mereka memiliki minat, bakat, keinginan, motivasi dan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda. Perbedaan ini membuat kesulitan dalam merumuskan proses belajar dan mengajar serta penyusunan kurikulum yang ideal. Tanpa dukungan hasil penelitian, guru dapat terjebak pada paktik pembelajaran dan perumusan kurikulum yang menyesatkan dan menjerumuskan  siswa  dan mematikan kreativitas mereka. Tanpa dukungan penelitian, guru bisa jadi menggunakan cara pembelajaran dan mengajarkan hal yang sama dari tahun ke tahun. Sementara itu, jaman siswa dibesarkan telah berubah amat cepat,  sehingga pada gilirannya akan berpengaruh pada sikap dan reaksi terhadap berbagai  tuntutan  jaman. Disini peran vital guru PAI untuk selalu terus haus sebagai peneliti kurikulum yang mampu memahami kondisi jaman.
Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaraan kurikulum induk ke dalam program tahunan, semester atau rencana pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberikan  andil dalam merumuskan setiap komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti itu, mereka memiliki  perasaan turut memiliki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.
Dalam konteks pengembangan kurikulum PAI, merupakan tuntutan peran yang harus dilaksanakan guru adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai Ilahiyyah yang selaras dengan relegiusitas Islam terhadap mental  siswa.  Nilai  Ilahiyyah  tersebut berkaitan dengan konsep tentang ke-Tuhanan dan segala  sesuatu yang bersumber dari Tuhan. Nilai  Ilahiyyah  berkaitan dengan nilai  keimanan,  ‘ubudiyyah  dan mu’amalah, dalam hal ini  guru harus  berusaha sekuat mungkin  untuk mengembangkan diri  siswa  terhadap nilai-nilai tersebut. Peran  guru  dalam penumbuhan nilai-nilai  Ilahiyyah  akan lebih meningkat  jika disertai dengan berbagai perubahan, penghayatan dan penerapan strategi dengan perkembangan jiwa  guru  yang disesuaikan dengan jiwa  siswa.  Sehingga dipahami bersama bahwa guru PAI harus melakukan berbagai upaya dalam pengembangan kurikulum PAI dengan berbagai cara yang bersifat adaptif, adaptif, kreatif dan inovatif.[10]
  

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara umum, isi kurikulum dapat dikelompokkan menjadi  tiga bagian, yaitu  logika,  etika dan estetika. Isi kurikulum atau pengajaran  tidak  hanya terdiri atas sekumpulan pengetahuan atau kumpulan informasi, tetapi harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih yang  dibutuhkan bagi pengetahuan baik bagi pengetahuanitu sendiri, maupun siswa dan lingkungannya. Sehingga dalam pengembangan kurikulum harus mengandung bahan kajian atau topic yang dapat dipelajari  siswa  dalam proses pembelajaran dan  berorientasi  kepada SKL, SK dan KD mata pelajaran yang telah ditetapkan.
2. Pengembangan kurikulum menjadi tugas penting yang harus dilaksanakan oleh semua  pengembang kurikulum, termasuk guru, di setiap tingkat pendidikan.  Terdapat  empat peran yang harus dilaksanakan  guru  PAI  dalam mengembangkan kurikulum, yaitu  sebagai implementer  (pelaksana),  sebagai  developer  (pengembang),  sebagai  adapter  (penyelaras) dan sebagai  researcher  (peneliti). Sehingga dipahami bersama bahwa guru PAI harus melakukan berbagai upaya dalam pengembangan kurikulum PAI dengan berbagai cara yang bersifat adaptif, adaptif, kreatif dan inovatif.
B. Saran
Kami menyadari bahwa manusia tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Penyusun juga sadar bahwa dalam makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun tetap penyusun harapkan. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam mempelajari ajaran islam utamanya pendidikan islam dalam berbagai aliran pemikiran sebagai bekal dalam kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. Komponen dan Organisasi Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011.
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.Yogyakarta : Ar Ruz Media, 2011.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam.  Jakarta : PT. Raja Grafindo Prasada, 2005.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Jakarta : Kencana Prenada, 2009.
Sukmadinata, Nana Syaudih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1997.
Suyanto dan Djihad Hisyam. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III.  Jakarta Adicita Karya Nusa, 2000. 
Tim MEDP. Kurikulum Tingkat  Satuan Pendidikan .Jakarta : Direktorat Jenderal  Pendidikan Islam, 2008.



[1] Zainal Arifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), h. 88.
[2] Nana Syaudih Sukmadinata,  Pengembangan Kurikulum Teori  dan  Praktik  (Bandung : Remaja Rosdakarya,
1997),h. 127.
[3] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Yogyakarta : Ar Ruz Media, 2011), h. 211-212.
[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam  (Jakarta : PT. Raja Grafindo Prasada, 2005), h.
11-12
[5] ZainalArifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum, h. 88.
[6] Nana Syaudih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, h. 198
[7] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), h, 27.
[8] Tim MEDP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2008), h, 20.
[9] Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III  (Jakarta: Adicita Karya Nusa,
2000), h. 17.
[10] Nana Syaudih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, h. 201